Thursday, August 3, 2017

REVIEW: KitKat Chunky Cookies & Cream

Hai semua, jumpa lagi. Kali ini membahas sebuah cemilan yang namanya sudah top dari kapan tau. Sebelumnya selalu populer dengan kemasan warna merah putih dan iklan yang selalu terputar-putar di kepala mengingatkan cara mematahkan bar cokelat kitkat ini. Dari dulu kalau ngomongin cokelat yang dalamnya wafer yah Kitkat yang terbayang pertama. Secara dia dijual dimana-mana bahkan di toko-toko kelontong juga ada. Sekarang ini bertahun-tahun kemudian, KitKat gak sebatas bentuknya dengan kemasan merah 2 bar dan 4 barnya itu, kita bisa temukan dia dalam bentuk es krim dan juga chunky bar ini. 

Dari segi kemasan, menarik sekali warnanya. Metalik, memadukan warna dominan merah dan biru yang saling mengkomplemen, cerdas. Ditambah dengan font warna putih yang kontras dengan kedua warna tadi. Kesannya kayak cokelat mahal. Kemasannya gampang di buka, pas digenggaman. Ukuran bar-nya agak beda dengan yang kemasan merah. Yang ini gemuk agak susah patahinnya, kalau yang merah kan pipih lebih mudah digigit. Rasanya, sebenarnya tidak jauh beda dengan KitKat wafer yang biasa. Hanya saja menurut saya sih KitKat Chunky ini tidak begitu manis dibandingkan pendahulunya yang kadang suka bikin sakit gigi. Menurut saya ini sih lebih enak, wafernya juga lebih renyah. Kayaknya pas deh kalau dimakan barengan minum susu full cream vanilla. Slurppp
Have a break, have a kitkat!

Packaging : 7.5
Taste : 9.0
Price : 8.0

Wednesday, June 28, 2017

REVIEW: Sunbay - Soya Bean Drink

Hai teman! Lama tak sua yah hahahhaaha. This is my second year living in Sumba Island. Salah satu minuman yang sulit sekali ditemukan di sini adalah susu kacang kedelai. Kalau di Tangerang, jalan sedikit ke ruko depan juga banyak mobil-mobil yang jual susu kacang bungkusan. Kalau di sini, ada juga sih yang jual, tapi masih model bubuk, yang belum dikasih rasa apa-apa, hambar (not recommended). But finally, last week, waktu lagi ke kota sebelah, gw menemukan ini di supermarket, SUNBAY - SOYA BEAN DRINK. Warnanya kelihatan seperti susu kacang biasanya, tidak terlalu putih atau malah warna warni. Kemasannya plastik, seperti minuman-minuman lain. Harganya 8 ribu (mungkin aslinya gak segini, di sini harga makanan minuman di supermarket memang lebih mahal). Setelah 1 malam gw taruh di lemari es, baru gw buka dan minum. Kemasan botol dalamnya ada segel metaliknya dulu, yang dibuka pakai bantuan bagian tajam dari tutup botol plastiknya. Higienis. Agak sulit minum dari botolnya langsung (apa gw salah cara bukanya) karena diameter mulut botolnya kecil sekali. Kayak kurang puas gitu minumnya, akhirnya gw tuang ke gelas deh. Nyam........enyak, rasanya top susu kacang. Manisnya pas, gak ada rasa sisa-sisa ampas. Paling enak diminum dingin. Mampu mengobati kerinduan gw sama susu kacang kedelai. Jadi pengen beli lagi..:)
Packaging : 7.0
Taste : 8.5
Price : 8.0

Wednesday, March 22, 2017

Makan Nyale

Minggu pagi yang mendung, hujan, cerah lagi, mendung lagi dan hujan dan cerah lagi. Cuaca yang gak menentu, bikin bingung. Hari itu kami mau kasih hadiah buat Suster Blandina yang tinggal di Homba Karipit. Akhirnya setelah hujan agak reda kami berangkat. Jalanan sepi, mungkin karena orang-orang siap-siap mau Pasola hari seninnya. Sudah dekat klinik, eh ternyata suster dan kakak-kakak perawat baru pulang dari pasar. Mereka pada nenteng kantong-kantong kresek. Ada satu kantong kresek yang menarik perhatian karena isinya kayak mie warna warni. Guess what! Ternyata isinya NYALE aka cacing laut.
Kesampean juga gw ngelihat langsung yang namanya nyale. Yang kami sudah tahu, biasanya satu hari sebelum acara Pasola, akan ada acara adat mencari nyale di pinggir laut. Kalau mereka dapat nyale, baru acara pasola bisa dimulai. Bulan lalu kami sudah nonton pasola. Bulan ini kami lihat nyalenya (yah walaupun bukan lihat acara nangkep nyale di laut). 
Bentukan nyale ini sekilas mirip cacing tanah, hanya saja lebih tipis, dan kalau diperhatikan secara seksama badannya bergaris-garis dan seperti ada kaki-kaki halusnya. What's so cool about nyale adalah warnanya yang merah, coklat, hijau, beda-beda, tapi mostly yang dikresek waktu itu warnanya hijau. Katanya nyale yang bagus itu yang berisi dan semakin berwarna-warni, itu tandanya akan datang musim subur dan panen tani yang melimpah. Nyale ini kemudian bisa diolah menjadi berbagai bentuk makanan. Makan mentah? Gw sih enggak kayaknya. Tapi sama suster nyale-nyale ini sebagian diolah menjadi dua jenis makanan, yang pertama bakwan goreng, satu lagi dimasak dengan santan dan daun kemangi. Bakwannya sih favorit banget, kriuk-kriuk gurih gitu, enggak jijik sih makan nyalenya, secara sudah kering garing. Kalau kalian ada kesempatan untuk datang ke Sumba Barat Daya coba datang sekitar bulan Februari-Maret supaya bisa menyaksikan festival Pasola dan mencicipi Nyale. 
 Udah gak gitu menjijikkan kan? Keliatan kayak sayuran aja ijo-ijo gitu di bakwan.
 Kakak Arche dan Raw Nyale
Tarang!!! Kalau disuguhin ini pasti ngiler juga kan, apalagi kalau gak tau bentuk nyale sebelumnya itu gimana hehehehe. TOP!



Saturday, January 14, 2017

Sumba Barat Daya vs OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

Kemana ya harus mengeluh?

Saya dokter, sementara ini sedang bekerja di Kabupaten Sumba Barat Daya, cukup banyak pasien yang menderita infeksi TBC, baik TB paru BTA positif, negatif, maupun TB ekstra paru. Saya memang gak punya angka pastinya, yang jelas ruang ranap pasien TBC seringkali penuh, setiap kali jaga klinik atau poli ada saja pasien yang datang dengan keluhan batuk darah atau keluhan-keluhan lain yang mengarah ke penyakit TBC. Untuk urusan diagnosa, mudah, di faskes pertama pun bisa periksa sputum BTA SPS, yang jadi soal itu ketika BTA positif dan lalu........obatnya gak ada. Biasanya pasien akan disuruh ke rumah sakit, yang kemudian harus mengulang lagi pemeriksaan BTA SPS (pasien harus bolak balik, bayar ongkos mobil, yang gak murah buat mereka yang makan aja satu kali sehari kalau ada rejeki itu juga) itu juga belum tentu di RS OAT nya ada. Nah lho!

Padahal nih ya, di klinik sendiri serta di jalan-jalan besar dipasang baliho, poster, banner yang tulisannya lebih kurang mengenai gerakan Tanah Sumba bebas TB dan HIV. Kesannya serius niatnya pembasmian tuntas TB dan HIV tapi kok kenyataannya gak sejalan yah yang kami temui di lapangan? OAT dari dinkes seringkali "macet". Di rumah sakit kami sendiri akhirnya mau gak mau kadang kalau pasien lagi "apes" yah gak kebagian OAT paketan yang gratis sehingga mau gak mau harus pakai OAT lepasan yang artinya gak ditanggung B*JS yang artinya mesti bayar sendiri yang artinya juga gak murah karena sekali beli obat minimal 4x30 biji (120 biji). OAT itu harus diminum teratur, tidak boleh putus, nah ini kalau uang buat makan aja susah, terus ngarepin mesti beli obat sendiri? Biasanya pasien yang di"anaktirikan" adalah pasien-pasien BTA negatif tapi positif dari hasil rontgen. Karena dianggap kumannya negatif di sputum sehingga kemungkinan menularkannya kecil, jadinya kalau OAT paketan lagi terbatas jumlahnya mau gak mau mereka ini jadi pasien yang diberikan OAT lepasan. Ya dan mereka ini biasanya pasien-pasien yang ujung-ujungnya putus pengobatan dan lost di follow-up.

Siapa tau nih ada bapak-bapak dinkes atau yang ngurusin pendistribusian OAT ini, lagi surfing-surfing internet trus baca blog ini, TOLONG DONG bantu pengadaan OATnya, yang kategori I dulu deh paling gak. Sekarang OAT fase lanjutan bahkan sering kosong, apalagi OAT paket untuk anak (selama 6 bulan saya di sini belum pernah ada). Kami dari pihak rs dan klinik sendiri sudah rutin membuat permintaan OAT ke dinas, tapi yah kalau lagi kosong itu....kita juga mau ngarep darimana lagi? Ngarep jatuh dari langit