Monday, September 24, 2018

Kelas Inspirasi Bajawa: Memupuk Mimpi dan Kepercayaan Diri

Halo, Anda sehat?

Mau bercerita sedikit tentang kegiatan yang saya ikuti beberapa bulan lalu. Yap, inilah Kelas Inspirasi. Sudah pernah dengar sebelumnya? Atau masih bingung-bingung itu apaan sih? Saya pribadi sudah sering lihat-lihat foto kegiatan Kelas Inspirasi dan kepengen banget ikut tapi karena dulu bekerja di perifer jadi agak sulit juga ninggal-ninggalin kerjaan dan mempersiapkan kegiatan (atk mahal bu). Jadi yah mumpung lagi nganggur-nganggur dan belum kerja tetap lagi, saya memanfaatkan waktu untuk ikut acara ini. Biar hidup lebih berfaedah lah.

Dalam kegiatan kelas inspirasi, kamu dipersilahkan panitia untuk menceritakan mengenai profesi kamu masing-masing. Mau kamu seorang pelukis, arsitek, koki, pengacara, ataupun dokter seperti saya, sok boleh daftar. Setelah mendaftar nanti ada kakak-kakak panitia yang akan menyaring dan mewawancara kita. Kalau kamu lolos berarti kamu punya tiket untuk 1 hari tampil di depan anak-anak sekolah dasar. Jangan pikir kamu hanya masuk di satu kelas ya, kamu akan mengisi seluruh kegiatan belajar mengajar anak-anak dari kelas 1 - 6 SD di hari itu.

Apa sih tujuan dari kegiatan ini? Ngapain? Cuman 1 hari doang juga? Emang cukup dan nyampe apa yang mau disampein? Jadi begini sobat, Kelas Inspirasi yang saya ikut waktu itu berlokasi di Bajawa. Kamu tau dimana itu Bajawa? (songong hahaha). Kalau saya, berhubung saya pernah kerja di sana 1 tahun, jadinya saya tahu dimana itu kota yang dinginnya bisa mencapai 10oC. Bajawa itu ada di kabupaten Ngada, provinsi Nusa tenggara timur. Untuk sampai di sana, dari Jakarta kita naik pesawat, bisa ke kupang transit, baru lanjut naik pesawat yang kecilan ke Bajawa.

Kita gak bisa membandingkan anak-anak desa dengan kota. Di kota mungkin anak-anak kalau ditanya cita-citanya mau jadi apa, pasti sudah ada itu yang menyebut mau jadi astronot, detektif (seperti saya dulu bahahaha), bahkan sampai ke menjadi artis atau fashion blogger. Dahsyat kan? Semuanya pasti gak lepas dari pengaruh media yang memperkenalkan informasi-informasi tersebut ke mereka. Coba bayangkan gimana kehidupan adik-adik kita yang di desa. Nonton TV saja mereka jarang, belum tentu itu siaran bagus dan belum tentu mereka punya rumah ada TV. Di tempat mereka, orang tua dan guru masih menjadi andalan untuk mendapatkan informasi-informasi baru.

Kelompok saya waktu itu terdiri dari 4 orang. Teman-teman saya yang 3 lagi punya profesi yang ajib-ajib, pokoknya saya yang paling standar (paling tidak anak-anak sudah pernah lihat). Ada Al(ista) yang kerja jadi manager sebuah hotel di Labuan Bajo, ada Annabel yang adalah seorang ahli tata kota, yang terakhir ada Dieky yang produk kerjaannya sangat dinikmati anak-anak (animator). Kami berempat bertugas mengajar di SD Tude. Masing-masing profesi punya tantangan masing-masing untuk cara menjelaskannya ke anak-anak, tapi masing-masing dari kami sudah mempersiapkannya matang-matang, supaya kedatangan kami hari itu tidak mubazir dan sia-sia tapi mampu menginspirasi adik-adik di sana untuk tau kalau profesi dan sumber pencaharian di masa depan itu bukan cuman jadi guru, PNS, pastor, suster, petani saja. Masih banyak profesi-profesi lain yang bisa dicoba dan bisa diraih walaupun pastinya jalannya tidak semudah teman-teman yang di kota. Tapi saya yakin, yang namanya manusia itu Tuhan sudah kasih akal budi dan kemampuan sedemikian rupa, sehingga yang namanya gunung saja bisa dibuat tembusannya, berarti cita-cita apapun (asalkan baik) pasti bisa digapai asal mau usaha. Yang saya ingat dari adik-adik kelas 1-6 SD Tude hari itu adalah mereka punya rasa percaya diri yang luar biasa hebat, semuanya berani tampil di depan kelas, bahasa Indonesia juga sudah lancar-lancar (jauh lebih bagus dari anak-anak di SBD), dan mau mendengar orang yang lebih tua (guru) dan siapapun yang berbicara di depan kelas. Saya rasa mereka-mereka ini sudah punya dasar yang baik, tinggal dibantu dan diarahkan saja untuk menggapai mimpi-mimpinya. Sepulang sekolah anak-anak SD di sana biasanya membantu orangtua di kebun atau di rumah, jadi jangan meremehkan kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan rumah tangga atau lainnya. Anak SD di kota kupas bawang saja belum tentu bisa. Saya rasa pemerintah dalam hal pendidikan dan pengembangan anak-anak di daerah memang harus ikut andil, karena mereka sangat membutuhkan support dalam bentuk fasilitas yang memadai, media untuk belajar, dan guru-guru yang senantiasa ditingkatkan kompetensinya. Supaya gak ketinggalan masbro. Oh ya, kalau saya pribadi juga melihat potensi adik-adik ini untuk ada yang jadi atlet di kemudian hari yah, secara masih SD tapi uda pada pinter main voli dan sepak bola. Jago deh pokoknya. Mereka juga banyak yang jago nari, tapi yah itu karena gak ada gurunya untuk tari-tari modern, mereka terbatas gerakannya hanya itu-itu saja dan tari tradisional. Banyak potensinya deh adik-adik kita di SD Tude. Pokoknya kepercayaan diri mereka yang udah ada itu gak boleh disia-siakan melainkan ditunjang dengan pelajaran dan arahan yang baik dari guru, orang tua, maupu pemerintah setempat.

Kegiatan Kelas Inspirasi waktu itu, bukannya hanya kami yang memberikan inspirasi ke adik-adik di Bajawa, tapi kami relawan sendiri yang mendapatkan inspirasi dari adik-adik dan warga daerah Jerebuu yang menyambut kami dengan sukacita dan hangat. Saya sendiri rasanya seperti pulang kembali ke "rumah", saya merasakan kembali gimana hangatnya senyum orang-orang yang menerima saya, walaupun rupa saya tidak sama seperti mereka, warna kulit saya beda, ukuran mata juga beda, tapi mama yang punya rumah terima saya seperti keluarganya. Kami diberi makan enak seperti pesta, disambut dengan tarian dan nyanyian. Walaupun tidur di atas tikar dalam rumah adat tapi rasanya senang apalagi bersebelahan dengan teman-teman baru yang juga tidak kalah menyenangkan. Pokoknya pengalaman yang sangat berharga buat saya dan pastinya wajib saya ceritakan untuk teman-teman semua.

Gimana? Sudah mulai agak penasaran kan dengan kegiatan ini? Boleh banget kok difollow akun mereka di instagram. Ada banyak kelas-kelas inspirasi per-daerah, jadi bisa disesuaikan dengan domisili kamu. Tapi gak ada salahnya untuk sekali-sekali mencoba ikut di Kelas Inspirasi yang jauh-jauh, misalnya ke daerah-daerah perifer. Menurut saya akan lebih banyak yang kamu dapat, selain bisa jalan-jalan melihat keindahan alam Indonesia, kamu bisa belajar adat istiadat dan budaya setempat, dan menikmati begitu beragamnya negara kita ini. Pokoknya dijamin puas dan kepingin lagi.

Jadi teringat moto acara kami hari itu: Mimpi, percaya, buat itu jadi nyata! Ayo ayo bangun, sudah siang.

Thursday, August 16, 2018

Berenang di Lubang Buaya Ambon

Mengerikan dengar namanya ya? Sebelum sampai di sini pun, saya membayangkan saya akan bertemu buaya di perairan nanti. Apalagi yang namanya buaya muara itu kata orang-orang sih makan manusia. Kami menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dari kota Ambon untuk sampai ke perkampungan Morela. Dari atas kami bisa sedikit berfoto-foto dengan latar teluk Lubang Buaya atau dikenal juga dengan Pantai Morela. Wow, tua sekali warna airnya! Di Sumba sana, jarang sekali saya lihat pantai dengan warna air seperti di teluk Lubang Buaya. Warna airnya hijau tua, tapi jernih, sehingga dari jauh pun nampak terumbu-terumbu di bawahnya. Beberapa rumah panggung juga menghiasi bibir teluk, dari sanalah perahu kami nanti berangkat.
Mobil bisa diparkir di depan kios mama-mama yang jualan pisang goreng. Bayar 5 ribu saja. Setelah itu kita harus turun menyusuri anak tangga yang sudah dibuat. Pertama sampai, kami disambut oleh mama-mama yang sedang mencuci baju di aliran sungai. Bening! Yang kedua tentunya kami disambut dengan penjual tiket tempat wisata. Seingat saya sih hanya bayar beberapa ribu per orangnya, ditambah lagi beberapa ribu untuk biaya kamar mandi/ kamar ganti. Kami pun bergegas memilih rumah panggung untuk tempat kami menaruh barang-barang serta menikmati makan siang (KFC) yang sudah kami beli lebih dulu di kota tadi. Sehabis perut kenyang kami pun mulai tawar menawar untuk harga perahu yang akan membawa kami ke tengah supaya bisa berenang dan snorkeling. Sama bapak yang sama pun kami menyewa life vest dan alat snorkeling. Oh, ya ternyata saat didekati, air yang dari kejauhan berwarna hijau itu menjadi warna biru tua yang jernih, dari dek rumah saja kami bisa lihat ada banyak Angel Fish besar-besar, ada juga ikan yang mirip seperti daun kering. Saya takjub. Pantai di Sumba biasanya hanya pasir saja tidak ada ikan-ikan seperti di Ambon sini. Saya penasaran apa yang akan menunggu saya di tengah nanti.
Saya ke sini hanya berdua dengan teman saya yang asli orang Ambon. Dia pun bahkan belum pernah snorkeling di Lubang Buaya ini, biasanya hanya sebatas berenang-berenang saja. Saat sampai di tengah, wiiiiiiiiiii, sulit saya deskripsikan betapa indahnya dan betapa ramainya ikan yang berenang. Ternyata bagian tepinya tidak begitu dalam mungkin 2-3 meter namun ada semacam palung di tepi terumbunya itu yang  membawa ke laut yang lebih dalam. Tampak dari kejauhan ikan-ikan yang jauh lebih besar ukurannya. Terakhir kali saya snorkeling itu saat di Labuan Bajo, tempat favorit saya ada di Pulau Kelor, di situ saja menurut saya sudah cantik sekali. Tapi jujur di Lubang Buaya, ikan yang saya lihat lebih bervariasi, lebih besar-besar, lebih berwarna-warni, dan terumbu karangnya masih utuh-utuh. Baru nyemplung pertama saja saya sudah lihat Nemo. Banyak sekali. Kalau beruntung dan bisa datang lebih pagi, di sini kita bisa melihat penyu dan lumba-lumba. Waktu berenang juga kami lihat ada 1 ekor lumba-lumba di kejauhan, tampak sirip atasnya yang naik turun. Takjub! Saat cape kaki mengayuh, kami tinggal berpegangan dengan kayu perahu, sembari bapaknya mendayung, kita bisa menikmati pemandangan bawah laut teluk Lubang Buaya. Kami nih kagum campur sedikit ngeri, takut-takut kaki menyentuh coral karena semakin lama lautnya semakin dangkal. Ada pula makhluk laut yang bentuknya gak jelas seperti boa. Ada juga terumbu yang seperti guci. Aduh banyak deh pokoknya, yang saya gak tau namanya. Ternyata nama Lubang Buaya ini dikarenakan ada batu yang mirip seperti buaya yang sedang membuka mulutnya, badannya muncul dari arah batu karang yang berlubang seperti gua, lalu mulutnya menghadap laut. Yah kalau dilihat dari jauh mirip juga lah, itupun harus memposisikan diri dari sudut yang pas, barulah nampak seperti buaya dengan gigi-gigi taringnya.
Teluk Lubang Buaya ini masih kurang populer dibanding tempat snorkeling lain seperti Bunaken, Labuan Bajo, Lombok, Wakatobi, dan sebagainya. Mungkin itu yang menjadikan tempat ini masih asri, biota laut yang masih variatif, dan bentuk terumbu karang yang masih utuh. Pemerintah juga melarang orang-orang untuk memancing dan kegiatan menangkap ikan lainnya di tempat ini. Ibu menteri Susi pun punya suatu penangkaran atau area konservasi di sisi pantai sebelah teluk ini. Semoga suatu saat nanti kalau saya punya kesempatan untuk mengunjungi tempat ini lagi, pemandangan bawah lautnya masih tetap cantik, dan saya bisa ketemu ibu penyu dan mama lumba-lumba.

Wednesday, July 11, 2018

Juli di Pantai Liang Ambon

Minggu lalu saya berkesempatan untuk jalan-jalan ke Ambon. Ngapain sih ke Ambon? Jawabannya satu: ketemu teman. Iya momen kayak gini susah nyarinya jaman sekarang. Masing-masing orang sudah pada sibuk kerja dan untuk cari waktu liburan aja mesti janjian jauh-jauh hari, itu pun ujung-ujungnya seringan batal. Oh ya, teman saya Celia namanya. Teman yang saya kenal dari tahun 2008, tapi baru tahun 2018 ini saya berkunjung ke kampung halamannya. Dulu saya ingat seringkali dia mengajak kami-kami ini untuk datang ke sana, tapi berhubung tiketnya mahal dan jaman kuliah dulu masih minta duit ke bokap nyokap jadi gak enak deh haha. Nah, berhubung sekarang sudah punya pendapatan sendiri, jadinya suka-suka deh mau duitnya mau dipake buat apa. 

Hari kedua saya di Ambon, setelah hari pertama hanya meratapi hujan yang gak reda-reda sepanjang hari, Celia ngajak saya untuk jalan-jalan walaupun hari itu mendung dan gerimis. Tujuan saat itu adalah ke Pantai Liang - Air Terjun Waai - Pantai Natsepa. Sebelum jalan-jalan ke suatu tempat, sudah menjadi kebiasan saya untuk browsing-browsing dulu tempatnya ini akan seperti apa. Selain itu saya buka juga Instagram untuk lihat recent posts dari orang-orang yang ke sana. Yang saya tahu, Pantai Liang ini terkenal dengan beningnya dan birunya, tapi tergantung kondisi karena gelombangnya bisa tinggi dan air jadi gak bening. Ya, saya jadi harap-harap cemas karena kemarin sudah hujan seharian ditambah pagi itu gerimis lagi. 
Sekitar 45 menit perjalanan dari Kota Ambon, melewati jalan yang sudah aspal semua dan lebar-lebar dengan pembatas jalan (bangga gw), kami tiba di objek wisata Pantai Liang. Mayoritas tempat wisata di Ambon sudah dikelola baik oleh pemerintah maupun masyarakat lokal. Jadinya setiap masuk bayar karcis deh. Gak mahal kok. Harga perorang berkisar 2 ribu - 20 ribu. Untuk kendaraan 5 ribu - 20 ribu juga. Di setiap tempat wisata sudah dibuatkan gerbang masuk, tempat parkir, wc/ kamar mandi, bangku dan bale-bale untuk duduk. Pokoknya sudah tourist friendly deh. Baru buka pintu mobil, tiba-tiba gerimis yang tadi sudah berhenti mulai turun lagi. Tapi sudah kepalang tanggung, harus turun, harus liat-liat, dan foto-foto sedikit lah. Wah, ternyata lautnya lagi lumayan bergelombang dan pasang. Airnya gimana?? Ternyata tetap bening teman-teman! Bayangin itu lagi musim hujan, mendung dan lagi gerimis pula saat itu, tapi saya tetep bisa liat gradasi warna biru lautnya dan saat naik ke dermaga saya bisa lihat bagian dasarnya. Pasir di Pantai Liang warnanya putih, walaupun tidak halus-halus sekali. Rasanya kalau ombak benar-benar tenang, kita bisa berenang-berenang di tepiannya yang dangkal. Satu dua kali ada kapal-kapal penumpang dan kapal barang yang melintas, yang menjadi pemandangan yang menarik untuk difoto. Ada pula dermaga kayu yang tentunya menjadi tempat foto yang tidak boleh dilewatkan saat berkunjung ke Pantai Liang. Hati-hati saja karena ada beberapa bagian yang sudah rapuh, salah-salah nanti kamera/ hp atau bahkan Anda sendiri yang nyemplung ke laut hahahaha. Saat foto-foto di dermaga, gerimis mulai berhenti. Sambil duduk-duduk kita bisa menikmati dasar laut yang jernih sekali. Banyak ikannya! Dari mulai ikan kecil-kecil sampai beberapa ikan hias ukuran sedang terkadang melintas di antara kaki dermaga. Suatu pemandangan yang tidak saya temukan selama kerja di Sumba. Pantai di sana indah-indah tapi hampir tidak pernah lihat ikan saat berenang. Di Ambon ini, hampir semua pantai ada ikannya (terharu gw lihatnya), termasuk di pantai-pantai yang dekat kota seperti ini. Betapa beruntungnya orang Ambon :)
Ini loh teman saya Celia. Dokter PTT di Bintuni. Keren kan?

Modal timer dslr, lari-lari di dek, dan ganjelan dari tas ransel yang miring.

Gw gak bohong kan soal beningnya? Kata orang kalau gak ada foto = hoax

Biru muda, biru tua, biru muda, biru tua begitu aja terus sejauh mata memandang.

Begitulah sedikit teaser dari saya mengenai Pantai Liang. Menurut saya pantai ini sangat cocok untuk tempat liburan bersama keluarga, teman, maupun pacar. Banyak spot foto yang menarik, selain itu banyak pohon-pohon rindang dan bale-bale untuk duduk-duduk dengan keluarga atau untuk menaruh barang. Jangan lupa untuk bawa baju berenang ya, kalau laut tenang nyemplung sudah!

Everyone leaves like that
They’re probably already far away
No one will come here
So I just wanna go back home
(Hyukoh - English translation of "Comes and Goes")

Thursday, June 28, 2018

Rinduku Sederas Hujan Sore Itu: Bermain Kata dalam Cerita

Sudah lama rasanya tidak membaca buku. Yah, buku selain textbook kedokteran. Saya selalu suka cerpen. Ingat dulu ada masanya saya berlangganan majalah Bobo, lalu majalah Gadis dan Kawanku, ada juga koran Kompas, segmen yang sering saya tuju terlebih dahulu adalah cerpen. Mulai dari cerpen ringan mengenai cinta-cinta monyet sampai ke cerpen tentang pembunuhan wanita selingkuhan, semuanya saya suka. Beberapa penulis membuat cerpen dengan kata-kata yang mudah tanpa banyak perumpaan, namun dengan tega menyisakan kita dengan banyak tanya di akhir cerita yang menggantung. Sementara ada penulis lain yang memberikan kita akhir yang bahagia setelah beberapa paragraf pendahuluannya membuat kita bingung memaknai kata-kata dan alur ceritanya.

Kali ini saya bahas sedikit buku cerpen dan puisi yang baru habis saya baca beberapa hari lalu.
Judul: Rinduku Sederas Hujan Sore Itu
Penulis: J. S. Khairen
Penerbit: Noura Books (PT. Mizan Publika)
Tahun Terbit: 2017
Tebal: 256 halaman
ISBN: 978-602-385-330-4

Buku ke-7 karya penulis J.S. Khairen ini berisikan cerpen dan puisi yang muncul selang-seling namun berkesinambungan. Seamless, gak keliatan batasnya, kalau istilah celana dalam. Puisi pertama yang muncul sudah langsung mengaduk-ngaduk pikiran dan perasaan saya. Menemukanmu, tak perlu sedramatis itu/ Karena engkau memang sudah disiapkan oleh Sang Mahapasti/ untuk hadir menjaga terangnya hari/ merawat gelapnya malam. Puisi itu dilanjutkan pula cerpen pertama yang temanya cukup berat, yang awalya seperti tidak ada hubungan sama sekali dengan puisi pertama, tapi ternyata membahas hal yang sama, seputar pasangan hidup. Bosan dengan kisah romantis? Gak kok, buku ini gak mulu soal cinta. Kebanyakan di dalamnya menceritakan tentang keluarga, hubungan suami istri, ayah dan anak, adik dan kakak. Cuplikan-cuplikan adegan dan perkara hidup tokoh-tokoh dalam cerita adalah hal-hal yang mungkin saja terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Pertengkaran antar 2 saudara, calon suami yang selingkuh, menantu yang tidak direstui, dan sebagainya. Ada yang berakhir bahagia, walaupun sebagian lagi tidak. 

Penulis J.S. Khairen adalah seorang kelahiran Minang. Saya pernah baca kalau orang-orang di sana sangat pintar membuat syair dan pantun. Kalau dari bukunya, menurut saya penulis adalah orang yang sangat berbakat menulis ditambah dengan ke-romantisan yang tidak terlampau manis. Ibaratnya secangkir teh manis dengan gula 2 sendok, pas. Penulis juga belajar dan menekuni dunia jurnalistik dan kepenulisan, sehingga pilihan kata dan kalimat yang dituangkan dalam buku ini sangat enak untuk dibaca. Bahasanya baku tapi gak kaku. Penulis juga memilih judul-judul yang entah kenapa sangat memikat saya untuk membaca kemana jalan ceritanya. Di awal cerita, kadang penulis sudah menuliskan inti atau cuplikan bagaimana akhir cerita. Kalau buat saya ini justru bikin saya tambah tertarik buat bacanya. Hahaha, iya saya orang yang kadang kalau baca novel suka ngintip bagian akhirnya dulu. Kalimat- kalimat terdahsyat dalam bukunya (menurut saya) justru ada di halaman-halaman terakhir, bahkan di bagian "Tentang Penulis" ada pesan dari penulis, yakni: Tulislah sesuatu yang bahkan kau sendiri akan tergetar apabila membacanya.

Happy reading people!

Tuesday, June 19, 2018

Baca Buku Gratis di Ipusnas

Beberapa tahun lalu saya ingat kalau perpustakaan nasional sudah punya website dan kita bisa buat akun untuk akses buku gratis di sana. Tahun ini saya baru tahu (telat banget woi!) kalau mereka punya aplikasi di Play Store yang bisa kita download gratis tis tis tissss. Setelah download kita hanya perlu sign up, bisa juga pakai akun Facebook atau Google, di dalamnya tinggal bikin user untuk join epustaka.

Apa sih bagusnya aplikasi ini? Buat saya sih bagus sekali. Saya dulu sering sekali belanja novel/ buku, tapi cuman dibaca sekali setelah itu menumpuk dan memenuhi rumah dan disimpan ala kadarnya (maklum kamar tidurnya kecil) sehingga mau gak mau buku-buku tersebut harus dipilah untuk disumbangkan. Sedih, susah, karena setiap sedang milih pasti rasanya sayang untuk ngasih buku-buku itu ke orang. Untungnya teknologi membuat semua lebih mudah, apalagi buat orang yang gak mau ribet seperti saya. Di Ipusnas koleksi bukunya lumayan banyak lho, mulai dari novel fiksi, nonfiksi, sampai buku-buku keilmuan juga ada. Kebanyakan dalam bahasa Indonesia memang. Setiap judul buku bisa kita pinjam dan download ebooknya untuk 3 hari. Setiap buku jumlah copy-nya beda-beda, kalau jumlahnya 0 berarti bukunya lagi gak bisa kita pinjam. Wah, kalau cuman 3 hari berarti bacanya mesti ngebut dong? Gak juga sih, setelah 3 hari, buku yang kita download itu hilang dari bookshelf kita, tapi masih kita pinjam lagi judul yang sama asal masih tersedia copynya. Selayaknya perpustakaan lah, kalau ada bukunya, belum dipinjem orang lain berarti masih bisa kita pinjam lagi. Format ebooknya enak dibaca, tulisannya sangat pas di layar. Sayang menu search-nya baru bisa berdasarkan judul buku, belum bisa cari nama pengarang. Sekarang ini saya sedang baca 1 buku sih, terbitan tahun 2017, tapi uda ngiler mau pinjem yang lain lagi. Koleksinya Mbak Tere Liye saja banyak di sini, yang mana saya belum pernah baca 1 pun.

Jadi buat temen-temen yang doyan melahap buku, monggo bisa coba download aplikasi ini di smartphone atau tabletnya. Kalau gak suka tinggal hapus lagi heheehehhehehe. Happy reading!


Wednesday, May 2, 2018

FA Cafe Waikabubak : PTT SUMBA 101


Di tahun terakhir gw di Pulau Sumba ini mulai banyak bermunculan tempat makan baru, terutama di kota tetangga, yakni Waikbubak. Satu lagi cafe baru di Waikabubak. FA Cafe namanya. Lokasinya sangat mudah ditemukan, terutama saat malam hari. Bola-bola lampu kuning tampak mentereng di sisi kiri jalan besar saat baru masuk kota Waikabubak. Sepertinya cafe ini pun baru buka di sore hari.

Seperti layaknya cafe-cafe lain, FA Cafe ini juga punya interior yang lucu. Sebagian meja posisinya lebih luar, dekat jalan raya dan tidak beratapkan apa-apa. Sebagian lagi posisinya semi indoor, dengan langit-langit bangunan berhiaskan bola lampu kuning. Di pojokan ada peralatan band seperti gitar dan speakernya kalau-kalau ada live music. Di pojok satunya lagi ada meja kasir dengan peralatan membuat minuman. Waktu hujan besar mungkin agak sedikit becek yah, bagian outdoor sudah pasti gak bisa di dudukin karena basah semua dan bagian dalam sepertinya juga tetap kena. Mungkin baiknya dibuatkan tirai plastik transparan untuk jaga-jaga kalau hujan besar.


Kalau soal harga, kalian tidak perlu ragu. Indomie rebusnya cuma 10 ribu kok, sudah plus telur, pokoknya pas lah harga segitu kalian  bisa duduk-duduk sambil menikmati malam, ngobrol-ngobrol dan dengerin orang nyanyi. Selain menu mie rebus, ada banyak pilihan lain dari mulai makanan berat dengan nasi, sampai cemil-cemilan seperti roti atau pisang bakar. Minumannya juga banyak, mungkin bisa request kurangi gulanya karena minuman yang gw pesan terlalu manis padahal rasanya lumayan. Harga minuman antara 10 - 20 ribuan. Ada beragam pilihan mau minuman dingin ataupun hangat. Waktu penyajiannya juga gak lama. Sekitar 15 menitan pesanan kami sudah tersaji di meja. Di belakang cafe ini ada studio musik dengan nama yang sama yakni FA studio. Habis latihan musik terus lapar, yah tinggal mampir ke FA Cafe. Dengan bangku-bangku panjang yang bisa muat 3 - 4 orang, satu meja bisa buat ngumpul 6 - 8 orang. Cucok kan buat nongkrong-nongkrong ramean bareng temen-temen? Mari melipir!

"I hope someday, we'll sit down together and laugh with each other about these days, these days" - Rudimental

Sunday, April 22, 2018

The Foodie Jember (Waikabubak) : PTT SUMBA 101


Heiho, hari ini makan apa ya? Mungkin kalian pikir kalau di Sumba ini gak ada tempat- tempat nongkrong seperti di kota. Anda salah, kali ini saya review tempat makan yang posisinya di kabupaten sebelah, yakni Waikabubak. Jaraknya lebih kurang 30 km dari mes kami di Waitabula. Waktu tempuhnya kira-kira 45 menit naik motor. Jalanan aspal aman dan nyaman. Ah, udahlah langsung aja.

Nama tempat makannya adalah The Foodie. Lokasinya ada di gang masuk dari sebelah Masjid kecil yang dekat deretan Bank BRI. Mau yang mudah? Search aja lokasinya di Google Maps, ketiknya The Foodie Jember, tepat sekali lokasinya di kiri jalan. Kenapa Jember? Karena awalnya ini Warung Jember, mungkin juga dulunya jualan masakan-masakan Jawa gitu ya, belum sempet nanya-nanya sih bahahahhaa (info tidak dapat dipercaya). Waktu masuk The Foodie, warna coklat mendominasi, baik dari dindingnya yang anyaman bambu dan juga kursi-kursi kayunya. Selain itu ada banyak gambar print-an yang ditempel di dinding. Sambil makan kita ditemanin dengan mp3 lagu-lagu kekinian yang dicover/aransemen oleh (bukan) penyanyi aslinya. Yang penting juga ada colokan di dindingnya, jadi buat fakir-fakir listrik, tenang gak akan kehabisan baterai handphone. Wifi? Sepertinya belum ada ya, tapi semoga nantinya ada.

Kalau minuman dan makanan ada lumayan banyak pilihan. Untuk minuman saya rasa paling aman pesan jus saja. Harganya agak lebih mahal dibanding di warung (yaiyalah), tapi rasanya lumayan lah, lagian gelasnya juga besar. Kalau makanannya saya cuman pesan 1 karena sudah makan sebelum ke sini. Saya pesan ramen katsu japan foodie noodles. Dari namanya jangan membayangkan yang muncul adalah sejenis ramennya Ikkudo yah. Modelnya seperti mie tektek, tapi lebih fancy dikit lah karena pake chicken katsu. Rasanya agak manis, gak sesuai harapan saya (gurih), tapi saya rasa orang lain akan suka deh. Selain menu yang saya pesan, masih banyak menu-menu lain yang bisa dicoba di The Foodie ini, mungkin lain waktu saya mampir lagi. Satu bulan lagi.....


Saturday, April 14, 2018

PTT SUMBA 101: Soto Ayam Lamongan Depot Lestari

Makan apa hari ini teman-teman? Kalau di Jakarta lagi hujan-hujan enaknya makan yang kuah-kuah panas-panas ya? Pilihannya banyak, bisa bakso, bisa indomie rebus, dan bisa juga soto. Iya, soto. Duh, soto di jakarta banyak pilihan mau soto ayam, soto betawi, soto daging, soto tangkar, soto kudus, aduh banyak deh pilihannya dan itu beda-beda banget rasanya dan dagingnya. 

Di sumba barat daya sendiri, jujur susah cari soto yang enak. Memang iya hampir semua warung nulis jualan soto ayam (termasuk si mie cak yono), tapi yang bener-bener soto menurut gw cuma ada di warung ini, dari segi penampilan dan rasa cucok betul dah sama lidah, kurang emping aja. Namanya warung depot lestari, yang ini letaknya sederetan dengan kantor pos, persis di sebelah rumah makan richard. Hati-hati jangan salah soalnya ada juga depot lestari lain (yang lebih besar). Warung ini kecil aja kok, persis di kanan jalan sebelum rumah makan richard seberang lapangan galatama. Warung ini bukanya gak jelas kapan. Kadang sore buka, kadang tutup. Tadi siang lewat sini eh dia buka juga. Tapi, paling aman datang sekitar jam 18.00-19.00. Pesan langsung ke ibu atau bapaknya, soto ayam 1. Harganya seporsi dengan nasi adalah Rp 17.000, yang mana standar harga soto di sini. Daripada dengan harga segitu kita makan soto abal-abal mending kita makan yang udah jelas rasanya soto. Di warung makan lain seringan sotonya penampilannya seperti meyakinkan, tapi setelah masuk mulut, buyar kemana-mana rasanya, dalam hati "ini bukan soto, meh" sambil terpaksa harus ngabisin. But trust me, yang ini beneran cocok di lidah. Porsinya angot-angotan, kadang dagingnya banyak kadang dagingnya dikit, tergantung rejeki masing-masing pribadi dan mood ibu/bapak penjualnya. Yang jelas nasinya banyak wkwkwk. Buat yang gak bisa makan kotor-kotor mungkin ada baiknya dibungkus aja kali ya makan di rumah, soalnya tempatnya gak bersih-bersih amat. Kadang bau-bau apek, sama banyak semut haha. Saya sih aman-aman aja, perut juga oke gak pernah diare habis makan di sini.

Buat yang lapar di malam ini dan bingung mau makan apa, mari kaka, mampir sudah di warung ini.



Sunday, March 25, 2018

PTT SUMBA 101: Warung Bambu

Ada yang penggemar ayam lalapan? Menu makanan ini kayaknya ada di daftar 10 makanan favorit gw. Mungkin bisa masuk top three. Semenjak internsip dan ptt di ntt, gw mulai lupa dengan ayam lalapan 12-15 ribu. Di belahan Indonesia bagian timur ini, harga ayam lalapan 2-3 kali harga di Jakarta. Rasa sambelnya kadang juga  agak mengecewakan. Kekecewaan itu bertambah ketika sang ayam disajikan bersama nasi keras kering kerontang yang jauh dari istilah pulen. Memang sudah jadi selera kebanyakan orang ntt nasi itu gak lembek. Konsistensi nasi semacam nasi goreng yang pisah-pisah itu adalah tingkat kematangan nasi yang pas buat orang-orang di sini. Sementara buat gw yang 20 tahun lebih dimanjakan oleh lembeknya nasi KFC dan pulennya beras HokBen, hal ini tentunya sedikit banyak mempengaruhi selera makan (masa sih? Padahal selalu abis juga wkwk). Nah, Warung Bambu ini adalah jawaban dari segala kerinduan gw akan ayam lalapan yang dari segi rasa dan harga paling mendekati ayam lalapan kota.

Letaknya kalau dari pertigaan pasar, turunan sedikit nanti warungnya ada di sebelah kanan. Cukup mudah ditemukan karena warnanya yang dominan kuning hijau gonjreng. Warung bambu ini kayaknya juga tinggal satu-satunya tempat makan yang buka di atas jam 10 malam selain dari Sinar Tambolaka.

Harga seporsi ayam lalapan adalah Rp 20.000,- (sejauh ini, ini harga termurah ayam lalapan di Tambolaka, yang lain jual dengan harga 25 ribu ke atas). Males kan makan lebih mahal tapi rasanya gak enak atau malah ayamnya kecil atau nasinya keras. Di Warung Bambu sejauh ini gw cukup puas. Pertama, tempatnya bersih. Bisa dibilang juga cukup inovatif karena bangunannya full terbuat dari bambu dibikin 2 lantai gitu. Lantai atasnya berupa tempat lesehan, adem deh kalau siang, bisa leyeh-leyeh (apalagi tiba-tiba yang diputer lagu glenn fredly - sedih tak berujung). Kedua, sudah pasti ayam lalapannya memuaskan. Iya memuaskan dari segi penampilan, rasa, pas sambelnya, dan pulen nasinya. Terakhir, selain menu nasi ayam lalapan, di Warung Bambu banyak menu-menu lain dengan harga bersaing. Kadang juga ada masakan yang gak gw ketemu di warung lain, contoh: ceker ayam balado. Rasanya lumayan lho. Kapan hari juga ada menu ayam dipotong-potong terus digoreng tepung jadi macem chicken popcorn gitu. Katanya sih itu menu favoritnya anak sekolah.
Jadi guys kalau bingung mau makan ayam lalapan di Sumba Barat Daya dimana, udah mampir aja di Warung Bambu. Uda males coba-coba ayam lalapan di tempat yang lain lagi semenjak ada warung ini. Biarpun umur warungnya kayak baru 2 bulanan gitu, tapi sudah cukup ramai, terutama pas malam hari. Ayo-ayo mampir!

Sunday, March 4, 2018

PTT SUMBA 101: MIE AYAM CAK YONO

Kembali ke kehidupan ptt di sumba (barat daya). Kali ini gw mau review sedikit soal makanan dimari ya. Jumlah warung makan gitu banyak sih, tapi menu yang dijual itu-itu aja. Soal rasa? Jangan dibandingin sama warteg Jakarta deh, jauh hahahahahaha.

Nah problematika utama soal lidah pecinaan macem gw ini, gak bisa gak makan bakmie/mie ayam. Kalau di rumah, mau pesen segala macam bakmie (non halal) tinggal telpon nomor om yang jualan, setengah jam kemudian terhidang bakmie dengan pesona kilauan minyak babi yang menggairahkan. Untuk dicatat, jangan pikir kita di ntt tiap hari bisa makan babi ya. Di sini gak ada pasar yang jualan daging babi kiloan, babi itu cuman dijual per ekor dan harganya mahal, dan keluarga hanya potong babi kalau acara besar. Jadi jangan ngarep juga di sini ada yang jual BAKmie.

Terus kalau ngidam makan mie-mie gitu mesti kemana dong di sbd? Tenang, di sini mie ayam banyak kok. Salah satu yang enak itu namanya MIE AYAM CAK YONO. Jangan kamu tertipu sama banner warungnya ya, karena tulisannya jualan soto hahahahaha. Mie ayam cak yono ini sifatnya halal ya, pake daging ayam kecap jahe gitu. Harganya 10.000 rupiah saja untuk satu porsi mie ayam, tapi ya gitu agak sedikit. Bisa request kasih ceker juga kalau doyan. Apa yang bikin gw senang makan di sini adalah konsistensi mienya yang kenyal, jadi teringat mie karet hehe.
Ini lokasinya sebelum di kiri jalan, sebelum lapangan galatama kalau dari rs karitas. Tapi kalau dari bandara sih dekat banget, brarti di sisi kanan, gak 5 menit naik motor juga nyampe. Tuh kan tulisannya soto ayam padahal gak jual soto.

Sambelnya juara sih. Pedes dan bikin nagih. Gak bikin mencret untungnya.

Ini dia penampakan mienya, gede kan diameternya. Porsinya gak sedikit itu kok, ini uda setengah jalan gw makan. Dagingnya lumayan banyak, tapi sayurnya cuman sedikit. Which is good ya? Hahhaha. Cekernya juga enak, lepas gitu dari tulangnya, gampang dimakan.

Jadi buat kamu-kamu yang bingung mau makan mie dimana di sbd, you should try mie ayam cak yono. Dijamin nagih.