Wednesday, January 12, 2011

review: buku 9 dari Nadira


satu lagi buku yang bikin gw penasaran pengen gw beli
pertama dari covernya yang menarik
kedua, gw udah pernah baca bab I nya di Gramedia (kebetulan ada yang dibuka) dan gw langsung jatuh hati. sayang duitnya seret jadi terpaksa ketunda

tapi pada akhirnya gw dapet nih novel
novel buah karya Leila S. Chudori

novel ini menceritakan seorang perempuan bernama Nadira
pada bab pertama, Nadira diceritakan kehilangan ibunya, bukan karena sakit, bukan karena kecelakaan, tapi memang karena Sang Ibu, Kemala, menentukan bahwa hari itu dia mati.

Nadira merupakan anak bungsu dalam keluarganya, ia memiliki satu kakak perempuan bernama Nina dan satu kakak laki-laki yang bernama Arya.
Ketika ibu mereka meninggal reaksi masing-masing anak berbeda. Nina menangis meraung-raung meratapi kepergiannya, Arya duduk diam membacakan surat Yasin di dekat jenasah ibunya, sementara Nadira sibuk mencari bunga seruni, bunga kesukaan almarhum ibunya. Pada buku ini disertakan tulisan-tulisan sang ibu dalam buku hariannya. Bagaimana memang ketiga anaknya merupakan pribadi yang berbeda-beda dan ia sangat mengerti sifat-sifat mereka. Tapi pada hari itu Kemala memutuskan sendiri untuk meninggalkan hidupnya, meninggalkan suaminya, Bram, meninggalkan ketiga anaknya (sampai akhir novel gw gak tau alasan Kemala bunuh diri)

Di bab kedua dalam buku ini digambarkan bagaimana hubungan antara Nina dan Nadira yang bisa dibilang tidak begitu cocok sama lain karena perbedaan sifat mereka. Kedua kakak beradik ini sangat dekat, namun saling menyimpan dosa satu sama lain yang mereka sendiri tidak berani untuk menyatakan kesalahan dan meminta maaf. Di bab ini, Nina dituliskan menghukum Nadira dengan mencelupkan kepala adiknya itu ke jamban yang berisi air kencing karena dituduh mencuri. Kejadian ini tentunya menjadi trauma bagi Nadira, namun tak sekalipun Nina mengungkitnya, tak sekalipun ia berani meminta maaf pada Nadira.

Selain cerita mengenai hubungan ketiga kakak beradik ini, diceritakan pula hubungan antara Kemala dan Bram yang sangat rumit, karena Kemala berasal dari sebuah keluarga yang cukup berada, sementara Bram merupakan anak beasiswa, yang berasal dari keluarga yang biasa saja namun sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan.

Adapula cerita mengenai Utara Bayu (Tara), seorang lelaki yang sudah lama memendam perasaan pada Nadira. Ia merupakan atasan Nadira di sebuah redaksi majalah. Nadira tak pernah menyadari perasaan Tara, kehadiran Tara di waktu Nadira terpuruk akibat kematian ibunya, Nadira tidak pernah memberikan kesempatan untuk Tara masuk ke dalam hatinya.
Di buku ini Nadira bahkan menikahi seorang laki-laki yang belum lama dikenalnya.


9 dari Nadira, Nadira sebagai anak dari Kemala, Nadira sebagai adik dari Nina, Nadira sebagai wartawan, Nadira sebagai istri dari Niko, buku ini adalah kisah dari Nadira. Kisah yang dituliskan terpisah-pisah namun saling bertautan membentuk sosok Nadira yang menemani pembaca dari awal hingga akhir cerita.

Dalam bab yang berjudul Tasbih, di mana Nadira bertugas mewawancari seorang psikiater yang ternyata juga psikopat (ia membunuh beberapa wanita, yang memiliki anak laki-laki tunggal, yang dianggapnya para wanita tersebut tidak menyayangi anak mereka dan membuat hidup anaknya menderita). Setiap korban yang ia bunuh, ia congkel mata kirinya dan ia robek mulutnya, kata psikiater tersebut," Mata adalah pancara jiwa, mulut adalah pancaran hati."
Ketika psikiater tersebut menanyakan perihal kematian ibunda Nadira, ia mengutip sebuah sajak milik Anne Sexton: "Suicides have a special language. Like carpenters they want to know Which Tools. They never ask Why Build."

Akhir kata, menurut gw ini adalah novel yang bagus. Menawarkan banyak cerita di dalamnya, tidak sedikit pun membosankan. Semoga tertarik untuk membeli setelah membaca sedikit review ini.

0 comments :

Post a Comment