Mau berbagi sedikit mengenai khotbah yang gue denger hari ini di gereja. Tidak persis sama memang, tapi gue coba menceritakan kembali apa yang sudah gue dengar, beberapa bagian gak gue ceritakan yah, karena nanti jadinya panjang hehe.
Minggu ini, yang berdiri di altar adalah seorang pendeta perempuan bernama Levi Supit. Ini kali kedua gue mendengar khotbahnya. Diawali selalu dengan judul yang "seru". Judul khotbah kali ini adalah "Sudah atau Belum?"
Mudah saja, dunia ini dibagi menjadi 2 zona, yakni zona belum dan zona sudah. Banyak umat yang curhat sama beliau kalau mereka belum juga punya rumah, belum juga untung usahanya, belum dapet jodoh, belum bahagia. Masing-masing dari kita juga pasti memiliki minimal 1 belum, keinginan yang belum terjawab. Nah, jika doa atau keinginan kita tersebut akhirnya kita dapatkan, kita pindah ke zona sudah. Antara zona belum dan zona sudah ada jembatan yang menghubungkan, yakni tak lain adalah IMAN.
Sebagai umat percaya, kita selalu mendengar bahwa, Tuhan Yesus tidak pernah memberi terlalu cepat, tak sekalipun pernah terlambat, Dia selalu memberi tepat pada waktunya. Benar bukan?
Ketika doa kita belum juga terjawab, kita terus beriman, bahwa suatu waktu akan terkabulkanlah doa itu. Ingat tidak cerita mengenai Abraham? Dia seorang yang kaya raya, beristrikan Sara, namun belum juga memiliki anak padahal usianya sudah lanjut. Saat itu Abraham berusia 75 tahun, ketika Allah berkata padanya bahwa ia akan memiliki anak. Apakah lantas tahun berikutnya Sara langsung mengandung? Tidak. Dua puluh empat tahun setelah hari itu, Allah kembali berfirman pada Abraham, tahun depan kamu akan memiliki anak. Di usia 99 tahun, tentu Abraham tertawa apa mungkin di usianya yang hampir 100 dan Sara yang akan berusia 90 tahun bisa memiliki anak? Dan yah, tahun depannya genap Abraham 100 tahun ia memiliki anak. Tuhan tidak langsung menjawab doa Abraham. Tapi Abraham juga tidak menyerah, dia sabar menunggu dan berusaha.
Kadang kala, manusia tidak sabar menunggu, dia "nyeleneh". Apa aja deh, yang penting dapet. Kalau beliau memberi contoh misalnya, seorang yang sakit, berobat ke dokter a belum sembuh, dokter b tidak sembuh, dokter c dan seterusnya pun tidak kunjung sembuh, akhirnya berobat ke dukun. Ujung-ujungnya, bukannya kesembuhan yang dia dapat, malah kehancuran. Lalu ada juga, seorang yang belum mendapat jodoh, mengidamkan seorang yang tinggi, langsing, putih, berambut panjang. Suatu hari dia bertemu dengan wanita berkriteria seperti itu. Tapi wanita itu tidak kenal Tuhan Yesus. Lantas Tuhan mengingatkan pria tersebut, bahwa di dekatnya ada loh, seorang wanita yang memang tidak terlalu tinggi, tubuhnya juga sangat diberkati Tuhan, rambutnya juga sedang-sedang saja, tapi hatinya berkenan untuk Tuhan Yesus. Tapi pria tersebut, tetap pada pendiriannya, bahwa dia sangat ingin wanita yang sesuai dengan kriteria yang diidamkannya. Bahkan pindah agama pun dia jabanin. Ujung-ujungnya, perceraian, ketidakcocokan, dan sebagainya yang menjadi alasan berpisah.
Pendeta Levi kemudian bercerita mengenai anaknya yang paling kecil, panggilannya Ije (gue gak tau gimana ejanya). Anaknya ini setiap kali mau beli mainan pasti Pendeta Levi akan membuat suatu deal sebelum berangkat ke mall. Ije cuma boleh beli satu mainan, lalu harus tanya mami dulu mahal atau murah harganya. Jadi setiap kali sampai di toko mainan, karena anaknya ini belum tahu uang dan harga, setiap kali dia dapet mainan yang dia taksir dia slalu tanya dulu ke maminya, is it expensive? Pertama selalu dia ambil mainan yang paling besar, tapi selalu dibilang mahal, sampai akhirnya ukuran mainan yang diambil semakin kecil semakin kecil, sampai yang maminya bilang oke, kita beli yang ini. Jadi sampai sekarang Ije dapet mainan yah, yang biasa-biasa saja sesuai budget maminya. Suatu hari, Ije dapet hadiah dari omanya, berupa angpao, isinya 2 lembar 100 ribuan. Dia tanya apakah duitnya boleh dibelikan mainan? Maminya bilang oke, boleh beli mainan harga 200 ribu. Akhirnya hari itu Ije bisa beli mainan yang dia mau dengan 2 lembar uang 100 ribuan itu. Jadi kata pendeta Levi, mulai hari itu anak saya sangat suka dengan uang merah 100 ribuan. Hingga suatu hari, oma dapet berkat lagi, lalu beliau mengajak anak-anak dan cucunya untuk kumpul makan bareng-bareng. Ije dari rumah sudah senangnya bukan main, "Pasti dapet 100 ribuan lagi," katanya pada maminya. Tapi kakaknya yang paling besar, yang sudah SMA, bilang "Kamu yakin banget 100 ribu, jangan-jangan cuman 1000 rupiah". Ije menjawab, "Gak, aku yakin pasti 100 ribu". Yes, percaya. Hahahaha. Jadi sampailah di penghujung acara makan-makan. Oma pun mengeluarkan amplop-amplop untuk dibagikan ke cucu-cucunya, pertama cucunya yang paling besar, anak pertama dari pendeta Levi. Lalu dia buka amplopnya, "Yes! Makasih Oma.". Kemudian, anak kedua pendeta Levi yang sudah SMP, juga menerima amplop, setelah membukanya, "Oma, makasih bangetttttt, Oma baik." Tiba akhirnya giliran Ije. Amplop sudah di tangan, lalu dia buka pelan-pelan. Saat melihat isinya, "Hueeee, mommy I don't like this." Maminya bilang, "Loh kenapa?" Ije jawab, "Bukan 100 ribuan, ini buat mami aja". Pendeta Levi pun melihat isi amplop tersebut, ternyata isinya 2 lembar uang 100 dolar. "Oh yaudah buat mami aja yah." Hahahahahaha.....
Cerita berikutnya (smoga kamu-kamu belum bosan yah), ada seorang anak muda memberikan kesaksian pada pendeta Levi. Dia bekerja di perusahaan penerbangan, posisinya sebagai penerima tamu, mengurus pembelian tiket di meja depan. Dia berdoa, semoga saja saya bisa dipromosikan menjadi divisi lain, yang lebih enak, misalnya divisi promosi, jadi bisa keluar-keluar terus. Hari demi hari, belum juga dia dipromosikan, yang ada makin banyak pelanggan yang aneh-aneh yang kerjanya marah-marah, mengeluhkan pelayanan maskapai tersebut. Pernah sampai dia ditempeleng oleh pelanggan, dikatai bego dan sebagainya. Tapi dia mau gak mau tetap tersenyum, karena bagian dari pelayanan. Tak jarang ada pelanggan yang gebrak meja, kalau komputer sedang lelet, sehingga pembelian tiket pun menjadi tertunda. Atasannya di perusahaan tersebut ternyata sering melihat hal ini, walaupun dimarah-marahi, sampai ditempeleng pula, anak ini masih tetap tersenyum melakukan pekerjaannya. Akhirnya, ia dipromosikan lah, bukan ke divisi promosi memang, tapi dia dipercayakan untuk mengurus customer-customer VIP, yang kebanyakan adalah orang-orang terkenal dan punya kuasa. Anak muda ini bilang, "Saya minta sama Tuhan, untuk naikkan level pekerjaan saya satu tingkat saja, tapi apa? Tuhan menaikkan saya berkali-kali lipat. Gak pernah saya bayangkan."
So, akhir kata (gimana ini merangkumnya yah), ehem ehem. Buat kamu, yang mungkin sampai hari ini masih banyak "belum" yang belum juga dijawab. Teruslah berusaha, lakukan yang kamu bisa, percaya dan terus berdoa. Cobalah juga untuk jangan terus melirik ke zona "sudah", hal-hal yang dimiliki oleh orang lain. Karena terkadang itu membuat kita lupa mensyukuri apa yang sudah kita miliki. Hari ini kalau masih naik motor kemana-mana, bersyukur karena gak perlu jalan kaki atau desek-desekan di angkot. Hari ini kalau belum dapet pasangan, yaudah, nikmati aja hidup, seneng-seneng bareng temen-temen, jodoh yang terbaik pasti sudah disiapkan Tuhan. Tinggal tunggu tanggal mainnya aja. Kita memang sering minta hal-hal yang spesifik, kriteria yang detail, tapi Tuhan bisa kasih apa yang gak pernah sekalipun timbul dalam hati dan pikiran kita. Sesuatu yang mungkin tidak persis sama dengan apa yang kita mau, tapi jelas itu sesuatu yang terbaik dan terpenting yang kita butuh.
Dadah, selamat hari Minggu :)
0 comments :
Post a Comment