Monday, March 23, 2020

Cerita Film Kim Ji Young Born 1982

Film Kim Ji Young Born 1982 sudah ada di Viu teman-teman! Sebelumnya gw sudah menonton film ini tapi subtitlenya kacau, akhirnya nonton lagi deh. Ini film hits banget di Korea Selatan, banyak menuai pro dan kontra. Film ini diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama, karangan Cho Nam Ju, yang sebelumnya juga banyak ditentang karena membahas isu-isu feminisme.

Yah sepertinya tidak perlu jauh-jauh menilai kehidupan di Korea Selatan, di bumi Indonesia tercinta ini kata-kata "perempuan itu tugasnya ngurus rumah, ngurus dapur, dan ngurus anak" masih kerap kali kita dengar. 

Deksripsi Kehidupan Perempuan Tanpa Banyak Drama

Film ini ibaratnya penelitian deskriptif, isinya deskripsi kehidupan perempuan, tanpa banyak drama dan konflik yang perlu dipecahkan. Jadi saat menonton film ini jangan mengharapkan ada sensasi naik roller coaster seperti lagi nonton film thriller atau action. Ceritanya mengalir saja, menceritakan bagaimana kehidupan sehari-hari Kim Ji Young yang diperankan oleh Jung Yu Mi serta interaksinya dengan suami (Gong Yoo), keluarganya, keluarga suaminya, dan orang-orang lain di sekitarnya. 

Adegan-adegan yang muncul di film ini mungkin bisa membuat kamu teringat dengan kejadian-kejadian dalam hidup kamu. Sangat realistis sekali digambarkan. Misalnya saat Kim Ji Young lagi duduk-duduk di taman, lalu ada sekelompok karyawan lagi mengobrol sambil minum kopi. Di sana ada seorang karyawan laki-laki berkata seperti ini "Enak yah jadi ibu rumah tangga, bisa santai-santai, tinggal ngandelin gaji suami aja". Kim Ji Young saat itu tidak sengaja mendengar, memang sih karyawan itu bukan maksud mengejek dia sebab ada banyak ibu-ibu lain yang juga sedang duduk-duduk di sana. Tapi Kim Ji Young saat itu seperti "tersentil" dan beranjak dari tempat dia duduk.

Kalau kamu sudah nonton trailer film ini, mungkin kamu ingat atau bahkan kamu yang sudah berkeluarga juga mengalaminya, interaksi dengan mertua. Yap, mertua adalah seseorang yang cukup "ditakuti" dan menjadi momok bagi perempuan ketika mau memulai hidup berkeluarga. Menikah itu bukan cuman mengikat kamu dan suamimu, tapi juga dengan keluarganya. Bagaimana pun juga ibu suamimu itu kan tetap "orang lain" dan kerap kali asing buat kamu. Suaminya Kim Ji Young adalah anak laki-laki satu-satunya (ada saudara perempuan) dan di Korea Selatan anak laki-laki masih jadi primadona di keluarga yang seakan-akan punya posisi yang lebih tinggi dari anak perempuan. Tidak jarang ketika menikah, ibu mertua model begitu menganggap bahwa perempuan yang menikahi anaknya seperti "merebut" anak laki-lakinya dari dia dan selalu merasa menantunya itu "really lucky to have his son."

Pada adegan dalam trailer tersebut diceritakan, Kim Ji Young harus membantu menyiapkan makanan (dari subuh) untuk keluarga suaminya karena saat itu sedang tahun baruan jadi semua anak-anak kumpul. Ibu mertua juga menyuruh Kim Ji Young untuk mencuci piring-piring kotor dan setumpuk alat masak. Saat Gong Yoo mau bantu, ibu mertua malah bilang "wah anak gw modern husband banget, enak banget punya suami kayak gitu" seakan-akan menganggap anaknya kebaikan banget ngerjain tugas istri. Lalu saat ada anak perempuannya datang, mau bantu-bantu malah disuruh istirahat karena katanya "Lu kan udah cape kerja di tempat mertua lu." Di sini lah lu akan mulai melihat Kim Ji Young yang berbeda.

Peran Perempuan bagi Perempuan Lain

Dalam film ini banyak sekali ditampilkan bagaimana peran perempuan bagi perempuan lain. Adegan kumpul-kumpul ibu-ibu yang anaknya satu sekolah dengan anak Kim Ji Young saja sudah pasti akrab dengan kehidupan ibu-ibu sehari-hari. Di sana mereka saling bercerita bagaimana masing-masing dari mereka sebelumnya sekolah tinggi dan punya karir yang mereka senangi. Ada satu ibu yang kuliah di universitas ternama di Seoul, temannya bercanda, kuliah tinggi-tinggi cuma buat ngajarin anaknya perkalian. Yah saling bercerita lah, melepas penat mengurus rumah.

Kim Ji Young ini dulunya juga wanita karir. Dia kuliah sastra Korea, tapi bekerja di perusahan marketing dan bercita-cita mau jadi penulis. Di tempat kerjanya juga dia berhadapan dengan diskriminasi gender seperti misalnya: susah dapat kenaikan jabatan, tidak diikutsertakan dalam tim karena ditakutkan akan cuti lama untuk hamil dan melahirkan. Bahkan salah satu karyawan perempuan yang senior di sana, masih kena bully soal gender oleh karyawan lain yang laki-laki. Diceritakan anak team leader perempuan itu sudah  masuk SMA dan dari kecil karena dia kerja anaknya diurus sama mamanya. Hal ini lalu ditanggapi oleh karyawan pria: "Wah kalau SMA lagi badung-badungnya. Anak yang gak diurus sendiri ama mamanya biasanya jadi pembangkang loh. Siapa yang peduli kalau lu sukses tapi anak lu jadi begajulan." Lalu apakah team leader perempuan itu lantas mundur dari kerjaannya? No no no...di film ini diceritakan malah dia buka perusahaan baru di mana dia yang jadi bosnya (karena di perusahaan lama jabatan dia gak naik-naik...lagi-lagi karena dia perempuan). Dia kemudian juga menawarkan Kim Ji Young untuk kembali bekerja di perusahaan barunya tersebut.

Cerita lain yang berkesan di film ini adalah ketika Kim Ji Young masih remaja, lalu di atas bus ada satu anak laki-laki sepertinya stalkernya dia. Di atas bus itu dia ketakutan sekali tapi gak bisa ngomong atau teriak karena kan laki-lakinya juga gak ngapa-ngapain. Ada seorang ibu yang duduk di hadapan Kim Ji Young, dia memperhatikan gerak geriknya kok kayak gelisah, dia pun sempat bertanya pada Ji Young "Lu kenapa, baik-baik aja?" Akhirnya Ji Young memberi kode ke perempuan itu untuk meminjam telepon genggamnya. Menggunakan telepon genggam itu Ji Young mengetik pesan buat bapaknya lekas jemput di halte bus. Akhirnya tiba di perhentian bus, Ji Young turun, laki-laki itu pun mengikuti dia dan sudah manggil dia untuk berhenti. Tidak lama bus berhenti lagi dan ibu-ibu yang tadi kasih pinjam hpnya itu turun manggil-manggil Ji Young, dia bilang ada barang ketinggalan (mungkin dia baca pesannya Ji Young ke bapaknya tadi). Laki-laki itu pun kabur. Di adegan itu gw merasa yah di saat perempuan susah itu terkadang yang bisa mengerti yah kita yang sama-sama perempuan. Kita harus saling peduli dan menolong.

Sebab kelanjutan adegan itu, bapaknya Ji Young datang dan mendengar ceritanya langsung dari Ji Young. Bukan malah emosi sama cowo yang ngikutin anaknya, malah dia nyalahin anaknya "Lu jangan pake rok pendek, jangan senyum-senyum sembarangan, kalau sampai kejadian apa-apa berarti salah lu-nya gak bisa menghindar." Hadeuh.

Isu Kesehatan Mental

Film ini juga mengangkat isu kesehatan mental. Di awal-awal film kita lihat Gong Yoo lagi ke psikiater sambil menunjukkan sebuah video ke dokter. Gw pikir paling masalahnya si Kim Ji Young depresi atau self harm gitu yah. Tapi ternyata yang tampil dalam film ini adalah dissociative identity disorder atau sering disebut multiple personality / kepribadian ganda. Nanti akan ditunjukkan bagaimana Ji Young akan bicara selayaknya orang lain, terutama dalam situasi di bawah tekanan. Kim Ji Young mulai berbicara seperti neneknya yang sudah mati (di adegan itu dia panggil ibunya sendiri dengan nama langsung dan menasehati ibunya untuk jangan terus berkorban buat orang lain, uda cukup ngorbanin masa muda dan cita-cita lu buat ngidupin sodara2 cowo lu. sedih sih ini), lalu bahkan menjelma jadi ibunya sendiri saat main sama anaknya (ini yang divideokan oleh Gong Yoo), dan jadi temennya yang udah meninggal. Setiap kali dia menjelma jadi orang lain itu Ji Young gak sadar dan kemudian akan lupa sama hal-hal yang dia kerjakan saat dia sedang dalam identitas yang lain. 

Kamu bisa lihat di film ini gimana perkembangan Kim Ji Young dari awalnya yang passionate dengan kerjaan, punya cita-cita, kemudian jadi ibu rumah tangga, tuntutan dari mertua untuk jadi istri yang ideal, keinginan untuk kembali bekerja tapi dia gak yakin dengan suaminya benar-benar setuju atau hanya manis di depan doang, sampai akhirnya suaminya nyadarin kalau dia sakit. Di awal hingga tengah film itu kita disuguhkan dengan Kim Ji Young yang macam empty shell, kayak bunga layu, pucet, begitu-begitu aja dengan rutinitasnya sehari-hari. 

Gong Yoo digambarkan seperti suami ideal yang sayang sama istrinya dan setidaknya dia yang pertama menyadari kalau istrinya sakit. Dari awal dia sudah sering menanyakan "Lu baik-baik saja?", berulang kali sih sepertinya dia khawatir dengan kondisi istrinya. Ada satu kali Ji Young curhat, "Gw kayak gampang marah dan kesel sama semua hal akhir-akhir ini" yang kemudian ditanggapi suami, "Gak itu gak aneh kok, wajar klo orang marah." 

Tapi di beberapa adegan pun digambarkan Gong Yoo sebagai anak yang gak bisa lepas juga dari kendali mamanya, gak bisa juga dia nentang mamanya untuk membela istrinya (yaiya lah yah), dan hal itu wajar sekali. Kebayang kan gimana si Gong Yoo harus menghadapi mamanya yang begitu dan ngadepin istrinya yang lagi butuh bantuan. Ada saat-saat tertentu juga, yang mana mungkin karena pengaruh teman-teman kerjanya yang mostly laki-laki, dia sempat bilang waktu mau ambil cuti "paternal leave": "Ya gw cuti aja paternal leave, biar kalau lu mau kerja, gw bisa istirahat di rumah jaga anak". Di situ Ji Young langsung nyamber "Jaga anak itu bukan istirahat."

Setidaknya film ini berakhir pada Ji Young yang ke psikater dan mulai konseling, memulai karir baru, dan suaminya yang cuti dan gantian mengurus anak sementara waktu. Paling tidak film ini menampilkan sisi lain lah, bahwa bisa loh wanita yang kerja, pria yang ngurus rumah tangga. Gak saklek tuh wanita yang nyuci piring, nyuci baju, ngepel nyapu, sementara prianya di rumah tinggal leyeh-leyeh karena sudah kerja di kantor dan menghasilkan uang. Di film ini Gong Yoo ada bantu-bantu ngurus anak sedikit-sedikit, walaupun yah mostly tetap Ji Young yang kerja. Wajar sih film ini dapat kritik pedas dari laki-laki di Korea Selatan, mungkin di sana modelnya cowo itu yah seperti di gambaran film ini, lebih tinggi kedudukannya daripada perempuan. Makanya ketika ditampilkan hal yang sebaliknya jadi murka lah mereka. 

Film ini betul-betul hanya bercerita, penonton boleh menilai apa saja. Film ini tidak menghakimi siapapun dan apa yang ditampilkan dalam film ini adalah sesuatu yang umum kita temukan di kehidupan sehari-hari. Perempuan yang kalau berkarir kemudian tidak menikah disebut perawan tua. Perempuan yang karirnya bagus dianggap tidak mampu mengurus keluarga dengan baik. Perempuan yang menikahi anak laki-lakinya dianggap sebagai "perebut" dan saingan sama mertua. Perempuan yang peluang karirnya dibatasi sama "nanti kan mesti hamil dan lahiran".

Karakter Favorit dan Adegan Favorit

Karakter favorit gw adalah mamanya Kim Ji Young. Dia kelihatan sekali berusaha menerapkan kalau anak laki-laki sama perempuan tuh sama. Hal ini nurun ke anak pertamanya (kakak perempuan Kim Ji Young) yang sepertinya rada tomboy dan gak mau disuruh-suruh ngerjain kerjaan rumah tangga doang. Mamanya Kim Ji Young nih marah besar sama suaminya pas tahu kalau suaminya pulang bawa suplemen satu dus cuma buat anak laki-lakinya. Dia bilang "Emangnya anak perempuan gak bisa sakit?" Karakter favorit lain adalah kakak perempuannya Kim Ji Young, dia gokil sih hahahaha nonton aja sendiri deh. Dari kecil aja uda savage cara ngomongnya.

Adegan favorit gw adalah saat Ji Young kecil ngobrol sama mamanya. Mamanya Ji Young bilang dia dulu yang paling pintar di antara saudara-saudaranya (laki-laki) dan dia bercita-cita jadi guru. Tapi dia mesti kerja jadi buruh jahit di pabrik buat bisa nyekolahin tinggi saudara-saudaranya. Terus Ji Young tanya "Terus kenapa mama gak jadi guru aja sekarang?" Mamanya jawab, "Karena sekarang uda punya anak, jadi harus ngurus kalian." Jawab Ji Young "Jadi mama gak bisa jadi guru karena aku?"

Banyak teman-teman perempuan di luar sana yang menyerukan kesetaraan gender, tapi kemudian mendapatkan serangan dari laki-laki dan bahkan sama sesama perempuan (ini yang gw gak habis pikir sih). "Kalau ganti galon atau ganti tabung gas jangan suruh laki-laki kalau mau disetarakan" atau "Yah kalau kompetensinya beda masa mau sama gajinya" atau "Kalau perempuannya cuti hamil laki-laki juga dong harusnya" .......hmmmmm kalau semuanya dibalik gimana "Kalau gitu situ yang ngangkang di tempat tidur terus ngeden keluarin bayi 3 kg dari kemaluannya" atau "Kalau gitu situ yang nyuci, ngepel, gosok, nyikat kamar mandi, belanja ke pasar". Debat yang gak akan ada habisnya.

Kalau menurut saya sih laki-laki dan perempuan itu tugasnya saling melengkapi, tidak ada yang superior tidak ada yang inferior. Ada hal-hal yang bisa dikerjakan oleh perempuan, tapi tidak menutup kemungkinan laki-laki juga boleh kok handal mengerjakannya. Begitu juga sebaliknya. Hargailah setiap orang apapun pekerjaannya. Semua pekerjaan itu pasti ada capeknya, orang nunggu aja capek kok. Ya gak? Semoga suatu hari nanti gak ada lagi kalimat "Kamu seharusnya terlahir sebagai seorang laki-laki."

0 comments :

Post a Comment